Kamis, 08 Mei 2014

Pemimpin AMANAH

Sumber :  Amanahrakyat's Blog
 
Dalam al-Quran Rasulullah SAW diperintahkan untuk menyampaikan, “inni lakum rasuulun amiiri “. Artinya, sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang tepercaya bagimu. Redaksi yang sama terulang 6 kali di dalam al-Quran, diantaranya 5 kali dalam surat Asy-Syu’araa’ dan satu kali di dalam surat Ad-Dukhan.
Al Amin adalah orang yang amanah, terpercaya, dan bertanggung jawab. Allah SWT memerintahkan setiap hambanya untuk berlaku amanah, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa’ [4]: 58).
Siapapun yang menjadi pemimpin hendaklah bertanya, “Apakah saya dipercaya atau tidak oleh orang yang saya pimpin?” Jika setiap orang merasa ragu kepada kita, maka kesediaan mereka untuk mematuhi apalagi berkorban menjadi minimal. Semakin banyak keraguan semakin tidak efektif dalam memimpin.
Bagaimana agar orang percaya dan tidak ragu kepada kita?
Pertama, pemimpin yang amanah adalah orang yang menjadi kuburan bagi aib orang lain, bukan yang sering membeberkan kekurangan rekan dan karyawannya, apalagi membeberkan kekurangan anggotanya. Makin banyak membeberkan rahasia dan kekurangan orang lain, makin jatuh kredibilitasnya.
Berhati-hatilah terhadap orang yang sering menceritakan aib orang lain karena jika ia berani menceritakan aib-aib orang lain kepada kita, apa sulitnya dia menceritakan aib kita kepada orang lain.
Kedua, pemimpin yang amanah setiap kali mengucapkan janji berusaha sekuat tenaga memenuhinya. Nabi Muhammad SAW pernah tiga hari tiga malam datang ke sebuah tempat hanya karena ada janji dan orang yang berjanjinya lupa, tetapi Nabi tidak marah, karena keberuntungan bagi beliau adalah kemampuan memenuhi janji.
Seringkali orang mudah memberi janji dan melupakannya, tapi orang yang diberi janji biasanya tidak akan lupa. Pemimpin yang amanah bisa dilihat dari kehati-hatiannya berjanji, sedikit janjinya, tetapi selalu ditepati.
Berhati-hatilah terhadap calon pemimpin yang mudah mengobral janji. Seorang calon pemimpin yang banyak memberikan janji jangan langsung dipercaya. Jika akan memilih pemimpin, lebih baik pilihlah orang-orang yang sepanjang hayatnya memberikan bukti daripada yang hanya bisa memberikan janji.
Setiap amanah yang akan diberikan kepada kita harus benar-benar diperhitungkan terlebih dahulu apakah mampu mempertanggung-jawabkannya atau tidak. Setiap pejabat tentu mengucapkan sumpah sebelum mengawali tugasnya.
Menyebut sumpah itu sudah merupakan janji, apalagi menyebut ‘Demi Allah’. Orang yang mempunyai jabatan, pangkat, kedudukan, jika dia tidak mampu mempertanggung-jawabkannya, maka semuanya itu justru menjadi jalan kehinaan bagi dirinya. Terlebih lagi masyarakat kita sekarang sudah semakin kritis.
Semakin tinggi jabatan, jika terjatuh (karena tidak amanah), maka benturannya akan semakin meremukkan. Oleh karenanya jangan tamak dengan kekuasaan dan jabatan, tapi bersungguh-sungguhlah menunaikan tanggung-jawab.
Ketiga, pemimpin yang amanah akan bertanggung jawab terhadap setiap perkara sekecil apapun. Setiap berkata benar-benar tidak ada keraguan, tidak meremehkan waktu walau sedetikpun, karena detik juga berharga (telat sedetik, semenit, sejam, semuanya sama saja yaitu telat), jika jual beli pantang mengambil hak orang lain.
Membangun kepemimpinan diawali dengan amanah terhadap hal-hal kecil terlebih dahulu. Pemimpin yang baik tidak hanya sukses di kantor, tapi juga harus sukses di rumah. Tidak sedikit para pemimpin yang mampu mengatur sistem, kantor, atau perusahaan dengan baik, tetapi tidak berhasil membangun keluarganya dengan baik.
Tidak sedikit pej abat yang terjatuh akibat istrinya tidak dibina dengan baik. Oleh karena itu didiklah keluarga, istri, dan anak-anak kita. Jika tidak, maka kita bisa jatuh oleh istri dan anak-anak kita sendiri.
Firman Allah dalan Al-Quran, “Hai orang-orangyang beriman, sesungguh-
nya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. ” (QS. At Taghaabun[64]: 14)

Kebenaran menurut Islam

Makna Kebenaran (Al-Haq)
Secara etimologi Lafadz "hak" memiliki beberapa arti : Pertama, Ketetapan dan kepastian, sebagaimana disebutkan dalam QS Yaasin ayat 7 :
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.
Kedua, Menetapkan, mnjelaskan  dan Kebenaran (Islam) sebagaimana dalam QS  Al-Anfal ayat 8 :
لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ
…agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.
Ketiga, Kewajiban, yaitu terdapat dalam QS  Al-Baqarah ayat 241 :
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut`ah menurut yang ma`ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa.
Kempat, Kebenaran yaitu lawan dari batil, seperti dalam QS Yunus ayat 35 :
قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ قُلِ اللَّهُ يَهْدِي لِلْحَقِّ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يُتَّبَعَ أَمَّنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ يُهْدَى فَمَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah: "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan ?
Kelima, Bagian tertentu, seperti disebutkan dalam QS Al-Ma'arij ayat 24-25 :
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ(24)لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ(25)
…dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
Dalam Lisan Al-Arab disebutkan bahwa makna "al-haq" bermakna ketetapan, kewajiban, yakin, yang patut dan yang benar.[1] Sementara dalam Mu'jam Al-Wasith disebutkan bahwa makna "al-haq" bermakna sesuatu yang benar dan tetap.[2] Wahbah Al-Zuhaili mengatakan bahwa makna dari "al-haq"  secara bahasa berkisar antara ketetapan, kewajiban dan bagian tertentu.[3] Sementara Al-Jarjany mendefiniskan hak dengan الثابت الذي لا يسوغ إنكاره  "Kepastian yang tidak diragukan lagi".[4]
Kesimpulannya adalah bahwa lafadz "hak" secara bahasa mempunyai beberapa makna, yaitu : kepastian, kebenaran (lawan dari batil), bagian tertentu dan ketetapan atas sesuatu. Adapun secara istilah "hak" adalah "Keistimewaan yang ditetapkan oleh syariat berupa kekuasaan atas sesuatu", dalam pengertian yang lain yaitu "Beban syariat yang dikenakan kepada seseorang". Ada dua pengertian hak yang disebutkan oleh para ulama, yaitu hak yang berarti kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang dan hak yang berarti al-hukmu yaitu Khitab (hukum-hukum) Allah yang berkaitan dengan amalan-amalan hamba yang berupa tuntutan, pilihan dan wadh'i.[5]
Standar Kebenaran
Sebagaimana makna Al-Haq yaitu kebenaran, maka harus ada rumusan yang pasti tentang apa itu kebenaran dan apa ukuran. Mari kita menelaah salah satu firmanNya :
  
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. QS Al-Baqarah : 147
Dan katakanlah: " Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. QS Al-Kahfi : 29
Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu. QS Yunus : 94
Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar kebenaran yang diyakini. QS Al-Haaqah : 51
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS Al-Hajj : 62.
Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq (Al-Quran) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan. QS Al-An'am : 5.
Sesungguhnya Kami benar-benar telah memhawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu. QS Az-Zukhruf : 78
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran. Dia Maha Mengetahui segala yang ghaib." QS. Saba' : 48
Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya." Sebenarnya Al-Quran itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk. QS As-Sajdah : 3.
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. QS Al-Mukminun : 71


[1] Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab Juz III, hlm. 255.
[2] Ibrahim Unais, et.al., Mu'jam Al-Wasit Juz II, hlm. 187.
[3] Wahbah Zuhaily, Fiqh Al-Islam wa Adilatuhu,  hlm. 2838.
[4] Ali bin muhammad bin Ali Al-Jarjani, At-ta'rifaat, Beirut : Dar Al-Kutub Al-Araby, 1405 H, hlm. 120. 
[5] Wizarah Al-Auqaf  wa As-Su'un Al-Islamiyah, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah, hlm. 8.